Nama: Kuratul ainia
Kelas: 1B/PGSD
NPM: 15862061A000886
RESENSI BUKU
KERA PUN BISA MENGAJI (Rekam jejak Sejarah Islam di Madura)
1. Judul Buku : Kera pun bisa mengaji (Rekam
jejak Sejarah Islam di Madura)
2. Penulis : Iwan Kuswandi,M.Pd.I
3. Penerbit : Lembaga Ladang Kata
4. Cetakan : Kedua, Oktober 2015
5. Tahun terbit : 2015
6. Halaman :173
7. ISBN : 978-602-1093-26-9
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Iwan Kuswandi,M.Pd.I, lahir di Pabian, Sumenep, 02 Ramadhan 1408 H, anak bungsu dari empat bersaudara,dari pasangan Abah H. Nafi dan Ummi Hj. Toya. Penulis belajar mengaji ke Kiai Misradin di Madrasah Diniyah Nurut Tauhid Pabian Sumenep. Kemudian mondok dan menimba ilmu ke Kiai Tidjani dan Kiai Idris saat mondok di pondok pesantren TMI Al-Amin Prenduan, kemudian kuliah ke Kiai Maktum selaku Rektor, sampai penulis mendapat gelar sarjana dikampus IDIA Parenduan. Selain itu, juga pernah nyantri ke Kiai Syarqawi Pajung Batu Putih Sumenep, mondok ke Kiai Abdul Bayan di pesantren Mamba’ul Ulum Bata-bata Pamekasan, ngekos dekat pesantren mahasiswa al-Jihad Surabaya saat kuliah S2 di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Pengalaman mengabdi di dunia pendidikan pesantren: pernah mengajar di Madrasah Diniyah Nurut Tauhid Pabian Sumenep, di TMI dan IDIA pondok pesantren Al-Amin Prenduan Sumenep, di pondok pesantren Miftahul Ulum Tarate Sumenep, di pondok pesantren Ar-Raudah Gung-gung Sumenep, dan sekarang aktif sebagai dosen di kampus STKIP PGRI Sumenep. Karya buku tentang kepesantrenan: Mengenal Kiai Moh Tidjani Djauhari,MA. Menelusuri Kiprah dan Perjuangannya. (di terbitkan oleh Penerbit Media Qowiyul Amien Surabaya), Kiai A.Djauhari Chotib Muqaddam Tarekat Tijaniyah Madura 1904-1971. (di terbitkan oleh Penerbit Mutiarapress Sumenep), Editor buku Sayyidul Anbiya’ dan Sayyidul Auliya’ KARYA Kiai A.(di terbitkan oleh Penerbit Pondok Mas Yongyakarta), dan Sang Konseptor Pesantren (di terbitkan oleh penerbit Ladang Kata Yongyakarta). Sekarang penulis beserta istri tercinta (Ilfiatul Marhamah), tinggal di lingkungan pondok pesantren Al-Muqri Prenduan Sumenep.
Buku ini menjelaskan atau memberitahukan kepada pembaca tentang bagaimana sejarah baru Islam di Madura, selain itu buku ini bertujuan untuk memberitahukan tentang kiprah dan perjuangan Ulama dalam menyiarkan agama Islam di Sumenep. Dalam buku ini terdapat 173 halaman yang menceritakan biografi 24 tokoh pejuang Islam yang tersebut diantaranya adalah Kia Brambang, Bindhara Saod, Sultan Abdurrahman, Kiai Zainal Arifin , Kiai Ilyas Syarqawi, Kiai Abdullah Sajjad, Kiai Dahlan Imam, Kiai Abu Sujak, Kiai Asnawi Imam, Kiai Ali Wafa, Kiai Djauhari Chotib, Kiai Usymuni Tarate, Kiai Bahaudin Mudahry, Kiai Abdullah Husain, Kiai R. Abd Syakur, Habib Muhsin al-Hinduan, Kiai Amir Ilyas, Kiai Mu’min Hanafi, Kiai Tidjani Djauhari, Kiai Warits Ilyas, Kiai Idris Jauhari, Kiai Habibullah Rais, Kiai Jamaluddin Kafie, Kiai Fauzi Sirran. Semua tokoh tersebut sangatlah berpengaruh terhadap sejarah Islam di Indonesia.
Dalam halaman pertama buku ini menjelaskan tentang sosok Kiai Ali Barambang yang merupakan putra dari Kiai Hatib Paddusan bin Sayyid Baidhawi (Pangeran Katandur) bin Panembahan Pakaos bin Sayyid Jakfar As-Shodiq (Sunan Kudus). Dalam sejarahnya beliau memiliki sebuah pesantren yang di dalamnya banyak sekali santrinya. Sehingga suatu hari putra seorang Raja mondok di pesantrennya. Beliau adalah sosok Kiai yang bijaksana dan tegas dalam bertindak. Pada saat belajar mengaji putra tersebut di marahi dan di pukul oleh Kiai karena terlalu bodoh. Yang dilakukan Kiai sebenarnya bukan niat untuk memukul putra raja tersebut melainkan memukul kebodohan dan bukan ditujukan kepada orang tersebut.
Pada halaman selanjutnya setelah Kiai Ali, masih banyak para tokoh Islam yang juga berpengaruh terhadap perkembangan ajaran Islam yang ada di daerah Sumenep. Perjuangan untuk membumikan ajaran Islam dari segala persoalan yang ada pada waktu itu melanda Kabupaten Sumenep. Persoalan tersebut sangat beragam yang terjadi misalnya: sejak zaman kerajaan, penjajahan, awal kemerdekaan (orde lama), orde baru sampai pasca Reformasi.
Salah satu rekam jejak yang dapat di ambil benang merahnya dari perjuangan para tokoh yang berjumlah 24 yaitu Sultan Abdurrahman melakukan strategi politik jangka panjang untuk memberikan ruang segar bagi masyarakat Sumenep agar bisa berdiri tegak otonom di hadapan eks kekuatan Mataram atau Belanda sendiri, dengan mengangkat dirinya sebagai Sultan Otoritas Politik Sumenep. Ini menegaskan bahwa Sumenep bukan vassa 1 jawa “politik main mata” dengan Belanda ini ternyata juga membuahkan hasil yaitu terkurangnya kolonialisme Belanda di Sumenep.
Kesultanan Sumenep ingin membebaskan dirinya secara implisit dari dominasi pribumi dari kolonialisasi asing. Lantas bagaimana dengan moral kita yang di jajah pada era saat ini?
Kelebihan dari buku ini adalah Bahasa yang digunakan mudah dimengerti oleh para pembaca sehingga pembaca mudah menemukan point penting tanpa harus membaca ulang, Sedangkan kelemahan dari buku ini adalah penulisan kata yang kurang tepat, tidak ada footnote, dan tidak dilengkapi dengan gambar peninggalan-peninggalan maupun gambar dari para tokoh.
Seandainya penulis ini dapat melengkapi segala kekurangan tersebut, maka akan lebih sempurna lagi dari sebelumnya sehingga pembaca tidak mudah bosan dan jenuh dalam membaca buku ini.
Buku ini layak untuk dimiliki oleh siapapun yang ingin mengetahui tentang Rekam Jejak Sejarah Islam di Madura,khususnya masyarakat Madura itu sendiri yang ingin meneladani masing-masing tokoh agar dapat di aplikasikan pada era saat ini. Selanjutnya aka ada banyak hal yang akan didapat dari membaca buku ini, selain pembaca diharapkan mengetahui dan paham. Harapan si penulis agar buku ini dapat dihayati, diambil, dan diterapkan dalam kehidupan kita se hari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar